Lukas mencatat bahwa
setelah peristiwa turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kis. 2:1-13),
kehidupan para murid berubah total. Mereka semakin berani mengabarkan tentang
Yesus. Bahkan cara hidup mereka disukai oleh banyak orang (Kis. 2:47). Mereka
sehati, sejiwa, dan tidak ada sesuatu yang menjadi milik kepunyaan sendiri,
semua adalah milik bersama (Kis. 4:32). Milik bersama? Terdengar aneh bukan?
Tapi itulah yang terjadi pada masa itu. Mereka tidak ada yang berkekurangan, karena
semua orang yang mempunyai tanah ataupun rumah, pasti menjualnya dan hasil
penjualannya itu dibawa ke depan kaki rasul –rasul dan dibagi-bagikan sesuai keperluan mereka.
Terdengar konyol bukan? Ya, tetapi hel tersebut merupakan gambaran perubahan hidup
mereka, ketika mereka percaya kepada Kristus.
Dan kisah hidup demikianlah yang mengantarkan
kita kepada 2 contoh di dalam alkitab terkait dengan kejujuran. Mengapa harus
kejujuran? Pernah mendengar pepatah “dimana hartamu berada, disitu hatimu
berada”?. Ketika seseorang mempunyai harta, ia pasti akan menjaga harta
tersebut dan hal itu adalah manusiawi. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah
ketika harta menguasai hati kita, dan kita menghambakan diri pada harta,
sehingga apapun yang kita lakukan hanya demi menjaga maupun menambah tumpukan
harta kita. Maka tidak heran, fenomena ini berkaitan dengan kejujuran
seseorang.
Perikop ini
menceritakan dua contoh orang yang berlaku terkait dengan kejujuran dalam hal
mempersembahkan hasil penjualan mereka.
1.
Barnabas
Barnabas adalah seorang dari rekan
rasul-rasul, yang memiliki nama asli Yusuf (Kis. 4:36). Ia adalah seorang Lewi
yang berasal dari Siprus. Ia memiliki arti nama anak penghiburan, yang pada akhirnya menjadi rekan Paulus dalam
mengabarkan Injil ke orang-orang non Yahudi (Kis. 15:2-35) dan berpisah karena
perselisihan dengan Paulus (Kis. 15:36-39). Barnabas adalah salah satu dari
orang-orang yang ikut mempersembahkan hasil menjual ladangnya di hadapan
rasul-rasul. Ia adalah seorang yang jujur dan tercatat bahwa ia tidak
menyembunyikan apapun di dalam dirinya. Karena ia benar-benar tulus di dalam
mempersembahkan hasil penjualannya tersebut. Buah pertobatan dan kasih yang
dialaminya terpancar melalui kehidupannya dengan menyerahkan uang hasil
penjualan ladang untuk membantu jemaat yang berkekurangan dan nyatalah sesuai
dengan arti namanya tersebut, bahwa ia menjadi teladan dalam kejujuran dan anak
penghiburan bagi rasul-rasul.
2.
Ananias dan Safira
Mereka adalah pasangan suami istri
dan merupakan anggota jemaat. Mereka juga bersepakat untuk mempersembahkan
hasil penjualan sebidang tanah kepunyaan mereka dihadapan rasul-rasul. Dan
dengan setahu isterinya, Ananias menahan sebagian dari hasil penjualan sebidang
tanah tersebut. Hal tersebut menjadi sangat jelas bahwa bukan hanya Ananias
yang mengetahui, jauh lebih dalam bahwa mereka bersepakat untuk mempersembahkan
setengah dari hasil penjualan tersebut. Petrus mengetahui hal ini, dan ia
menegur dengan keras bahwa perbuatan yang dilakukan Ananias tidaklah benar. Ada
yang salah di dalam motivasi untuk memberi yang dilakukan pasangan suami-istri
tersebut. Mereka memberi bukan berdasar kerelaan, mereka menahan sebagian hasil
penjualan tersebut yang jikalau pun hasil tersebut tidak ditahan oleh mereka,
hasil itu tetap berada dalam kuasa mereka. Satu hal lagi yang menjadi dosa
mereka adalah ketidakjujuran mereka dihadapan Allah, lagi rasul Petrus menegur
bahwa mereka bukan mendustai manusia tetapi mendustai Allah. Maka, kematian
yang menghampiri Ananias. Hal yang sama menimpa pula kepada Safira yang adalah
istri Ananias, ia tidak mengetahui kalau suaminya telah mati, maka ketika
Petrus bertanya perihal penjualan tersebut, Petrus pun mendapati bahwa Safira
pun bersepakat dengan suaminya yang membuat dia pun mati.
Dari dua kisah tersebut kita dapat melihat bahwa kejujuran
di dalam memberi menjadi hal yang sangat penting di dalam hidup kita. Ananias
dan Safira telah menjadi contoh ketidakjujuran. Ketidakjujuran yang kita
lakukan dihadapan sesama, bukan hanya membuat kita berdosa terhadap sesama,
tetapi juga dihadapan Tuhan. Seringkali kita membuat dikotomi dalam dosa, dosa
terhadap manusia dan Allah, padahal segala dosa yang kita lakukan adalah dosa
kepada Allah (Maz. 51:6). Dosa tetap ada konsekuensi, dan Ananias beserta
isterinya pun menjadi contoh bahwa Allah tidak main-main dalam menanggapi dosa.
Dan hal inilah yang seharusnya membuat kita sadar bahwa Allah tidak membiarkan
diri-Nya dpermainkan (bdk. Gal. 6:7).
Kejujuran sangat erat kaitannya dengan motivasi
seseorang dalam berperilaku. Sebagai orang percaya, kejujuran mau tidak mau
memaksa kita pribadi untuk memiliki motivasi yang benar didalam bertindak bagi
sesama kita maupun dihadapan Allah. Kejujuran dan keterbukaan kita dalam hidup
ini adalah salah satu contoh bahwa kita adalah orang-orang yang dikuduskan
Allah. Jangan terlalu sering memakai topeng, mari kita lepas topeng kita
masing-masing, dan hidup jujur sesuai dengan yang Allah kehendaki. Kejujuran adalah
mata uang yang berlaku di sepanjang zaman.
Mari hidup jujur dihadapan Allah!
Mari hidup jujur ketika tiada seorang pun melihat!
Mari hidup jujur dihadapan sesama!
Dan ketika pun kita dicobai untuk hidup tidak
jujur, Jangan Lupa untuk Hidup Jujur!
Sumber gambar: https://gadangdirantau.com/2013/12/27/jujur/